Refleksi Bank Syariah : Impian dan Harapan (Bagian 3)

Bank Syariah, Ulama, Nasabah dan Masyarakat Umum : Peluang & Kendala

Kehadiran industri perbankan syariah di Indonesia, diakui atau tidak, murni lahir dari rahim para ulama. Kerisauan, gagasan dan inisiatif para ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi benih awal tumbuhnya bank syariah. Wacana awal pendirian BMI – bank syariah pertama di Indonesia- sendiri berasal dari lokakarya yang diselenggarakan MUI pada 18-20 Agustus 1990 tentang “ Bunga Bank dan Perbankan “. Selanjutnya, wacana ini dipertegas lagi dalam Munas VI MUI pada 22-25 Agustus 1990 yang mengamanatkan untuk memulai langkah mendirikan bank Islam .

Suatu hal yang patut disyukuri pada masa-masa berikutnya, adalah peran ulama pakar syariah yang demikian aktif mendukung sosialisasi produk-produk perbankan syariah di kalangan masyarakat. Selain sosialisasi, para ulama juga ikut terjun langsung bergabung dalam DSN ( Dewan Syariah Nasional ) dan DPS ( Dewan Pengawas Syariah) untuk menjaga dan mengawasi operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah.

Peluang cukup besar yang dimiliki industri perbankan syariah saat ini adalah kecintaan dan kepedulian para ulama dengan bank syariah. Puncak dari kecintaan dan kepedulian ini adalah dengan keluarnya fatwa MUI pada 16 Desember 2004 tentang keharaman bunga bank. Berbagai macam fenomena yang muncul paska fatwa tersebut antara lain ; pertama, berbagai macam reaksi yang muncul dari ulama-ulama yang berlainan persepsi , dan kedua, tidak terbuktinya kekhawatiran akan terjadinya rush besar-besaran dari bank konvensional ke syariah, ataupun ketiga, ‘sempatnya’ perbankan syariah mengalami over likuiditas sehingga penitipan dana di Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) mencapai peningkatan yang signifikan periode Januari hingga April 2004 . Terlepas dari semua itu, bagaimanapun, fatwa tersebut – yang oleh sebagian praktisi dinilai agak terlambat – akan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan bagi perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia pada masa-masa selanjutnya.

Sebaliknya, kendala yang dimungkinkan muncul adalah pada saat pihak praktisi sendiri mulai meninggalkan prinsip-prinsip kepatuhan syariah baik dalam operasional kerja dan transaksi, maupun perilaku sehari-hari. Pada saat itu, para ulama akan menarik kepercayaan dan dukungannya terhadap bank syariah, dan pada saat yang sama, masyarakat umum akan berpikir dua kali untuk berinteraksi dengan bank syariah. Wall iyyaadzh billah.

Kendala klasik lain yang selalu ada, adalah masalah regenerasi dan kaderisasi ulama yang mempunyai kompetensi dalam bidang perbankan islam. Minimnya jumlah ulama pakar perbankan syariah saat ini bisa dilihat dengan adanya beberapa fenomena tumpang tindihnya amanah di DPS dan DSN saat ini . Tidak ada solusi lain masalah ini kecuali menggalakkan spirit pembelajaran ekonomi islam atau fiqh mua’malah di berbagai bidang atau jenis pendidikan, dari mulai pondok pesantren sampai perguruan tinggi, tentu saja dengan pengetahuan aplikasi operasional perbankan syariah secara lebih komprehensif.

Sementara itu, masyarakat umum yang merupakan pasaran potensial perbankan syariah juga tidak lepas dari kendala. Peluang industri perbankan syariah di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia saat ini memang tidak diragukan lagi. Hasil penelitian Karim Bussiness Consulting menyatakan, potensi pasar loyalis syariah sekitar Rp 10 trilyun, pasar loyalis konvensional berkisar Rp 200-an trilyun, sementara potensi pasar mengambang (floating market) diperkirakan mencapai Rp 720 trilyun . Pasar loyalis syariah lambat laun akan bergabung sebagai investor pada industri perbankan syariah. Hal ini bergantung pada sosialisasi produk dan keluasan jaringan perbankan syariah. Namun angka Rp 10 trilyun yang dimiliki pasar loyalis syariah tentu belum cukup untuk mengembangkan industri perbankan syariah secara kompetitif.

Pada potensi pasar mengambang yang rasional, seseorang akan menanamkan investasinya setelah memperbandingkan besarnya benefit atau return antara bank syariah dan konvensional. Pasar dengan ciri profit oriented ini cenderung untuk tidak setia dalam berinvestasi. Maka yang selayaknya dilakukan oleh perbankan syariah dalam menghadapi tipe pasaran mengambang, ada dua hal : pertama, terus menjaga tingkat kompetitif return bagi hasil bank syariah dengan tingkat bunga bank konvensional, dengan peningkatan rasio pembiayaan dan dana pihak ketiga ( financing to deposit ratio/FDR) dan minimalisasi pembiayaan tidak lancar ( Non performing financing /NPF). Kedua, secara aktif bersama para ulama secara khusus dan intensif menggalakkan kegiatan dakwah, sehingga dengan sendirinya pasar mengambang akan bergabung dalam pasar loyalis syariah. Sesuai dengan karakter dakwah, maka langkah kedua ini tentu saja bercirikan progam jangka panjang. Karena itu, setiap praktisi perbankan syariah, pada saat yang sama dia adalah seorang da’i.

Sebagai tambahan, angka indikator pembiayaan tidak lancar ( NPF) pada akhir tahun 2004 adalah sebesar 2,8 %. Ini berarti kendala yang muncul dari sisi kemampuan dan kredibilitas nasabah peminjam dalam memenuhi komitmennya pada bank syariah, masih terbilang relatif kecil. Sungguhpun demikian, fatwa DSN-MUI terbaru tentang potongan utang (discount) pembiayaan murabahah, penjadwalan ulang ( rescheduling) pembiayaan murabahah, dan pembuatan akad baru (reconditioning) pembiayaan murobahah, bisa dipandang sebagai langkah yang cukup preventif sekaligus solutif untuk menekan angka NPF .

Masalah klasik yang ada pada masyarakat umum kaitannya dengan perbankan syariah adalah kurangnya sosialisasi dan pemahaman yang cukup tentang produk-produk perbankan syariah. Mungkin agak ekstrim jika sampai dikatakan ‘ bank syariah ada pada suatu lembah, dan masyarakat berada pada lembah yang lain’ atau mungkin diibaratkan ‘bagai katak dalam tempurung’.Namun jika kita melihat kembali masyarakat kita secara lebih objektif dan dalam skala yang lebih luas, perumpamaan-perumpamaan di atas bisa jadi benar.

0 Response to "Refleksi Bank Syariah : Impian dan Harapan (Bagian 3)"

Posting Komentar