Motivasi dan Etos Kerja dalam Islam

Manusia yang terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi yang lainnya. Karenanya, Islam senantiasa memotivasi umatnya untuk terus bersemangat dalam bekerja dan berusaha. Setiap muslim harus berusaha untuk mandiri, tidak membebani orang lain, apalagi dengan meminta-minta setiap saat.  Bekerja dalam Islam bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan, tetapi juga bagian dari pelaksanaan ibadah yang melahirkan kemuliaan.  Dari Zubair bin Awwam, Rasulullah SAW bersabda : “ Jika salah seorang dari kalian pergi membawa kapaknya, lalu datang membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu ia menjualnya hingga Allah menyelamatkannya dari kehinaan. Maka yang demikian itu jauh lebih baik dari ia meminta-minta pada orang lain. (HR Bukhori)

Upaya menanamkan semangat bekerja dan berusaha ini hendaknya dilakukan sejak dini. Inilah yang dicontohkan oleh Luqman al Hakim kepada kita, dimana disebutkan dalam Kitab Mukhtasor Minhajul Qashidin bahwa ia menyemangati anak untuk bekerja.  Ia berkata : “ wahai anakku, teruslah berusaha  mencari penghasilan, karena tidaklah seorang terkena kemiskinan kecuali akan mendapatkan tiga hal : lemah dalam agama,  lemah dalam akal, dan yang lebih buruk dari itu semua ; berkurangnya kewibawaan “.  Mari sedikit kita cermati pesan Luqman Al-Hakim tersebut.

Pertama : Kemiskinan membuat lemah dalam agama. 
Yang dimaksud disini adalah ketidaksempurnaan dalam menjalankan ibadah agama. Karena syariat Islam juga menganjurkan ragam macam ibadah yang memerlukan harta dalam memenuhinya, seperti : ibadah haji, menyantuni anak yatim, membangun masjid. Artinya, ia tidak mendapatkan kesempatan ikut menuai pahala dari ragam ibadah harta yang tersebut. 

Kedua : Lemah dalam akal,
karena seorang yang terlampau fakir akan memusatkan pikiran dan perhatiannya pada kebutuhan makan dan minumnya saja. Yang ada dalam benak dan fikiran hanya usaha apa yang harus dilakukan agar bisa memakan sesuap nasi keesokan harinya . Ia nyaris tidak punya waktu untuk mengasah otak, melatih akal, atau setidaknya menghadiri majelis-majelis ilmu. Inilah yang pada jangka waktu yang lama akan melemahkan daya fikir dan  kemampuan akal seseorang.

Ketiga : Kewibawaan Berkurang ,
akibatnya orang akan meremehkan dan pada saat yang sama, ia tidak bisa dengan mudah melakukan dakwah amar makruf nahi munkar pada orang-orang disekitarnya. Para tetangga dan kerabat hanya akan mencibirkan muka saja ketika ia berusaha mendakwahi mereka. Hal ini tentu menjadi kerugian yang luar biasa bagi seseorang yang bersemangat dalam berdakwah. 

Inilah yang harus kita sadari bersama, menanamkan semangat kerja sejak dini dan meyakinkan bahwa pekerjaan pada hakikatnya adalah sebuah ibadah, yang bukan hanya berbuah pahala tetapi juga menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah SAW bersabda :  Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)

Setelah semangat dalam bekerja, tentu saja Islam juga mengingatkan kita agar menjaga sumber penghasilan kita hanya dari yang halal saja. Begitu banyak riwayat yang mengingatkan kita tentang bahayanya penghasilan yang haram. Cukuplah kisah para istri salafus sholeh ini mengingatkan kita, dimana mereka senantiasa berpesan pada sang suami saat melepasnya bekerja : “ kami - anak istrimu-  sanggup menahan lapar, tapi kami tak pernah sanggup menahan api neraka, karenanya carilah rezeki yang halal suamiku “. Selamat bekerja dan semoga berkah. Wallahu a’lam bisshowab.

*artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah Suara Merdeka - Suara Solo 11 Maret 2011

0 Response to "Motivasi dan Etos Kerja dalam Islam"

Posting Komentar